Dalam kehidupan berkeluarga dan membesarkan anak, pastilah tidak selalu lancar. Sesekali pastinya ada masalah yang menghingapi keluarga. Meski demikian, ada satu masalah keluarga yang bahkan bisa saja tidak disadari oleh anggota keluarga. Masalah tersebut dikenal dengan disorganisasi keluarga dan bisa berdampak buruk bagi anak-anak. Para orang tua harus memahami apa itu disorganisasi keluarga dan sebisa mungkin menghindarinya terjadi.
Apa Itu Disorganisasi Keluarga?
Disorganisasi keluarga adalah sebuah kondisi di mana fungsi-fungsi dari keluarga yang sehat itu tidak muncul atau tidak terjadi. Keluarga yang mengalami disorganisasi biasanya memiliki masalah interaksi dan tidak ada sosok yang mau dan mampu untuk memberikan koreksi.
Kealpaan dalam kedekatan emosional, ketiadaan ekspresi dalam sebuah keluarga juga bisa menjadi tanda disorganisasi dalam keluarga. Dalam kondisi yang parah, hal tersebut bisa memicu ketiadaan komunikasi yang sehat, rasa aman berekspresi, hingga ketiadaan rasa aman secara fisik.
Orang tua adalah pemegang kebijjakan dalam sebuah keluarga, oleh karena itu, disorganisasi keluarga biasanya dipicu karena sikap orang tua dan pembiaran yang dilakukan bertahun-tahun.
Salah satu contoh sederhana ada benih-benih disorganisasi keluarga adalah apabila ada kecanggungan saat musim liburan tiba. Seluruh anggota keluarga seperti tidak tahu harus melakukan aktivitas apa saat harus menghabiskan waktu bersama.
Saat mereka berkumpul, yang ada hanya konflik, baik antara anak dan orang tua, persaingan antar-orang tua, pelecehan emosional, hingga bisa saja ada perselisihan kakak-adik.
Akibat Disorganisasi Keluarga Pada Anak
Disorganisasi dalam keluarga biasanya dipicu satu orang saja. Namun ketidak berjalanan fungsi dari satu orang itu memicu ketidakharmonisan di berbagai hal lain. Disorganisasi keluarga ini akan memberikan efek negatif bagi anak-anak, khususnya bagi mereka yang masih dalam usia pertumbuhan.
Anak-anak hanya akan mengenal hubungan keluarga yang tidak sehat. Sang anak akan tumbuh dengan rasa kasih sayang yang sangat kurang. Dalam jangka panjang hal tersebut akan menciptakan seseorang yang kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain dan tidak percaya diri. Efek paling mutakhir, anak yang tumbuh di keluarga yang disorganisasi, memiliki kecenderungan untuk menciptakan keluarga baru yang juga disorganisasi.
Penyebab & Tanda Disorganisasi Keluarga
Bagi Anda para orang tua muda, harus paham mengenai tanda-tanda disorganisasi dalam keluarga. Salah satu penyebab terjadinya disorganisasi adalah toxic parenting. Hal terebut artinya cukup luas, bisa saja berwujud orang tua yang mendidik anak dengan cara ekstrem dan tidak pernah menunjukkan kasih sayang yang lembut.
Disorganisasi dalam keluarga juga bisa terjadi di lingkungan keluarga yang kerap terjadi konflik. Ayah dan ibu yang kerap adu mulut atau sang ayah main pukul merupaka bentuk nyata disorganisasi keluarga.
Orang tua yang kerap menipu atau memanipulasi anak-anaknya meski dilakukan dengan niat untuk kebaikan sang anak, sebenarnya adalah bentuk disorganisasi. Lebih baik memberi tahu yang sebenarnya kepada anak, daripada berkali-kaki berbohong dan memanipulasi emosi si anak.
Orang tua harus bisa membatasi saat berbagi cerita dengan anaknya. Jangan sampai beban yang dirasakan oleh orang tua juga dibagikan kepada anak. Hal ini akan memicu disorganisasi keluarga.
Terapi Untuk Anak Korban Disorganisasi Keluarga
Anak adalah korban utama dalam disorganisasi keluarga. Oleh karena itu, orang tua harus sebisa mungkin membangun keluarga yang harmonis dan semua orang berjalan sesuai peran masing-masing. Apabila terjadi disorganisasi, segera runut dan cari akar masalah penyebabnya.
Komunikasikan secara mendetail dengan suami, tentang toxic parenting dan kondisi disorganisasi yang selama ini ada di keluarga Anda. Apabila belum sampai berlarut-larut, Anak masih bisa tumbuh dengan mental dan kepercayaan diri yang kuat.