Di zaman serba digital seperti sekarang ini, banyak beredar artikel yang diklaim sebagai cara parenting yang baik. Meski demikian, tak sedikit artikel yang secara gamblang menggabungkan cara-cara parenting kuno dan dibumbui dengan mitos. Oleh karena itu, Mama semua harus paham cara parenting yang baik, terutama untuk menghadapi anak yang tantrum.
Secara awam, tantrum adalah kondisi di mana seorang anak marah-marah hingga meledak-ledak. Tingkatan tantrum tiap anak berbeda-beda ada yang ringan, ada yang berat, bahkan ada juga yang ekstrem.
Dalam bukunya The Tantrum Survival Guide, Dr. Rebecca Schrag Hershberg, mengungkapkan bahwa tantrum terjadi karena ketidakmampuan anak untuk mengkomunikasikan atau melaksanakan apa yang menjadi keinginannya. Dikarenakan kealpaan komunikasi itulah muncul amarah yang meledak-ledak yang biasa disebut tantrum.
Mama sekalian harus bisa menjadi orang tua yang cerdas sehingga memiliki cara parenting yang baik dalam hal menangani anak yang tantrum. Hal-hal seperti mengisolasi anak, menuruti kemauan anak, dan menegaskan hal-hal baik kepada anak tantrum sudah tak lagi disarankan.

Ketahui Penyebab Tantrum
Cara parenting yang baik untuk menangani tantrum pertama-tama
Mama harus memahami penyebab. Tantrum biasanya memiliki pola tertentu dan bisa dipetakan dengan jelas. Contohnya anak-anak akan tantrum saat dia disuruh menghadapi hal-hal yang menyulitkan dia. Misalnya dia disuruh mengerjakan PR, waktu menggunakan gadget sudah habis, perjalanan naik kereta daam durasi panjang, atau hanya sekedar minta eskrim.
Apabila penyebab sudah diketahui, apabila memungkinkan, parameter penyebab ini bisa dihilangkan. Namun kalau tidak mungkin dihilangkan, berarti Mama bisa berinovasi dan berkreasi sehingga anak tidak merasa terancam ketika hendak melakukan hal-hal yang biasa menyebabkan dia tantrum.
Seorang dokter anak dan psikiater, Steven Dickstein, mengungkapkan bahwa anak bisa diberi pengertian terlebih dahulu mengenai hal-hal yang biasa membuat dia tantrum namun harus tetap dilakukan. Pengertian itu bisa menciptakan coping skills dari si anak atau mempersiapkan mental anak untuk menjalani aktivitas yang dianggap sulit. Hal ini secara ilmiah mampu mengurangi tantrum pada anak.
Cara Tepat Menyikapi Tantrum
Untuk menyikapi tantrum secara saintifik, cara parenting yang baik selanjutnya adalah memiliki respons yang tepat dan konsisten. Tantangan utama bagi para mama saat menghadapi anak yang tantrum adalah memberikan apa yang si anak minta. Hal ini sudah pasti akan memicu tantrum-tantrum berikutnya.
Berdasarkan jurnal Collaborative & Proactive Solutions To Step by Step Parent-Training Program yang disusun Ross Greene, langkah awal untuk merespons tanrum adalah dengan tidak memberikan respons apapun kepada si anak.
Dalam hal ini, orang tua bukan meninggalkan anak yang sedang tantrum, namun tetap berada di jangkauan si anak, namun tidak merespons apa yang diminta si anak. Hal ini untuk berjaga-jaga apabila ada benda yang bisa melukai si anak.
Dalam jurnal tersebut juga diungkap bahwa usaha orang tua untuk meminta anak berhenti rewel atau menakut-nakutinya malah akan memicu tantrum lain di kemudian hari. Karena dua bentuk respons tersebut termasuk dalam sebuah bentuk perhatian orang tua kepada anaknya.
Perlahan tapi pasti, pendiaman yang para Mama lakukan akan dipahami oleh sang anak sebagai bentuk bahwa orang tua tidak mau anaknya tantrum. Saat anak mulai bisa diajak berkomunikasi, Anda harus siap dengan respons positif dan disarankan memberikan penghargaan kepada si anak.
Apabila konsep tersebut tertanam dengan baik, lama kelamaan sang anak akan mengerti bahwa komunikasi baik-baik itu lebih efektif dibandingkan tantrum yang melelahkan.
Tanamkan Sikap Tenang
Cara parenting yang baik selanjutnya dalam kasus menangani anak tantrum adalah menanamkan sikap tenang. Contoh dan teladan adalah cara terbaik untuk mengajarkan sesuatu kepada anak. Saat anak mengalami tantrum, Mama harus tetap tenang dan sebisa mungkin hindari bentakan.
Mama hanya perlu duduk tenang di samping si kecil, menunggu hingga tantrum mereda. Sekiranya sudah bisa diajak berkomunikasi, Mama bisa memberikan pengarahan tentang apa yang harus dilakukan dan dipahami si kecil.
Saat anak masih meledak-ledak emosinya, arahan atau larangan dari orang tua tidak akan dipahami dan diserap oleh si kecil. Jadi, sebaiknya hemat tenaga dengan hanya bersikap tenang disekitar si kecil.